Diduga Garap Hutan Tanpa Izin, Presdir PT. Hutahaean Diperiksa
PEKANBARU - Presiden Direktur (Presdir) PT. Hutahaean, Harangan Wimar Hutahaean (HWH), kembali menjalani pemeriksaan di Ditreskrimsus Polda Riau, Kamis (31/8/2017) .
Pemeriksaan ini masih dalam kapasitas sebagai saksi dan ini merupakan pemeriksaan untuk kedua kalinya. Sebelumnya, Senin lalu, lelaki yang akrab disapa Opung Hutahaean tersebut juga telah diperiksa, atas dugaan pembukaan kawasan hutan tanpa izin pelepasan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Bupati Rokan Hulu.
Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo membenarkan pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan dilakukan untuk mengungkap dugaan pidana pengarapan lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU) yang telah diberikan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Rohul tersebut.
"Hari ini kembali diperiksa sebagai saksi atas penetapan tersangka korporasinya," kata Guntur kepada wartawan.
Siangnya, dari gedung Ditreskrimsus Polda Riau, HW Hutahean tampak keluar untuk istirahat. "Belum selesai. Mau makan dulu," ujarnya sambil masuk ke dalam mobil Mercy yang diparkir di halaman Ditreskrimsus.
Sebelumnya, HWH sudah dipanggil penyidik untuk pemeriksaan, namun tidak hadir. Tetapi informasi itu dibantah salah seorang anggota tim pengacara HWH, Renta br Manulang SH.
"Tidak pernah itu (dipanggil lagi), tidak pernah. Saya bisa buktikan," tukasnya.
Terlepas dari itu semua, PT. Hutahaean selaku korporasi telah ditetapkan penyidik sebagai tersangka. PT Hutahean disangka telah membuka lahan 835 hektare di kawasan Afdeling VIII, Desa Batang Kumu, Kecamatan Tambusai, Rohul. Lahan itu diduga berada di dalam kawasan hutan.
Perkara itu berawal dari laporan LSM Koalisi Rakyat Riau (KRR) ke Polda Riau. Menurut laporan KRR, terdapat 33 perusahaan yang diduga telah melakukan tindak pidana menguasai kawasan lahan dan hutan secara ilegal seluas 103.320 hektare.
Disamping itu, terdapat 203.977 hektare kebun sawit lagi ditanam tanpa menggunakan izin Hak Guna Usaha (HGU). Perbuatan itu telah merugikan negara sebesar Rp2.5 triliun lebih.***/syu