RIAU sedang bunting. Maka banyak pihak yang merasa ngidam. Macam-macam saja perilaku dan permintaannya. Jika tidak dipenuhi mereka merajuk atau melawan atau barangkali pergi kemana hati membuat senang.
Masyarakat pun ikut terbawa. Euforia ini menjalar kemana-mana dan anehnya, tiba-tiba banyak yang menjadi pahlawan kesiangan atau mengklaim pihak mereka paling benar. Rakyat lain ragu, terpecah dan bimbang.
Ya, Riau yang bunting tak lama lagi akan melahirkan pemimpin baru. Apakah bayi montok, cantik rupa dan menyenangkan ataukah bayi mengkerut, buruk rupa dan membuat sakit hati banyak pihak.
Tentu saja kelahiran ini dibantu bidan yang bernama rakyat dan dilahirkan dari ibu yang bernama keinginan, kepentingan, kekuasaan atau bisa jadi memang niat baik, tulus dan ikhlas untuk sang bidan, rakyat itu, yang membantu proses lahirnya.
Barangkali, banyak hal yang harus dilakukan. Salah satu cara paling banyak dilakukan biasanya adalah memilih pemimpin hanya berdasarkan popularitas saja. Karena ini paling gampang. Masyarakat kerap terbius oleh kepopuleran seseorang.
Padahal, jika cara memilih pemimpin hanya melihat popularitas semata tanpa melihat rekam jejak calon pemimpinnya, maka rakyat Riau tidak akan keluar dari permasalahan kepemimpinan. Harusnya, penelusuran track record calon pemimpin lebih diutamakan daripada sekedar popularitas.
Buku Internal Encyclopedia of the Social Sciences buah pena Herbert McClosky (1972: 252) menyebutkan partisipasi politik sebagai kegiatan sukarela warga masyarakat, di mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Linear dengan survei tersebut, tentunya masyarakat menginginkan agar Pilgub menjadi arena pertarungan gagasan dan solusi programatik, bukan pertarungan popularitas dan kepentingan.
Tentunya saat ini masyarakat Riau harus bisa melihat calon-calon mana saja yang punya kapasitas menyelesaikan persoalan mereka. Keinginan rakyat jelas sangat sederhana. Bagaimana mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Khayalan dari calon juga sangat sederhana, hanya bisa mendapatkan suara sehingga bisa menang. Tapi kedepannya akankah sesederhana itu? Jawabannya sudah pasti tidak.
Setidaknya, dari hiruk pikuk perpolitikan di Riau ditambah kasus-kasus para pemimpinnya yang berakhir di KPK, maka Riau membutuhkan sosok pemimpin yang mampu membawa ke arah perubahan yang lebih baik. Dibutuhkan pemimpin yang berkarakter dengan memiliki kompetensi yang dapat diandalkan, integritas, dan kemampuan bekerja sama.
Bagi rakyat ini juga tidak mudah, karena kerap kali hanya bak membeli kucing dalam karung saja memilih pemimpin ini. Barangkali cara paling sederhana adalah dengan melihat ke belakang, rekam jejak para calon itu, sebelum memilihnya. Jangan sampai rakyat sesat memilih pemimpin yang akan berujung pada ketidak nyamanan rakyat juga akhirnya.*** (Luzi Diamanda)