PEKANBARU - Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Riau menyatakan Bumi Lancang Kuning masuk lima besar pasar narkoba di Indonesia. Namun untuk jalur masuk sindikat narkoba Malaysia, Riau berada diperingkat atas di Pulau Sumatra karena banyaknya pintu masuk.
Menurut Kepala BNN Riau Brigjen Drs Untung Subagyo, jalur perlintasan narkoba paling banyak terdapat di daerah pesisir seperti Kota Dumai, Bengkalis dan Kepulauan Meranti. Di daerah tersebut banyak terdapat pelabuhan tak resmi, tepatnya di muara sungai di perbatasan.
"Kemudian ada jalur Malaysia dari Kota Dumai, lalu ke Duri tujuan Kota Pekanbaru. Muara akhirnya bisa saja di Pekanbaru ataupun Jakarta," sebut Untung di kantornya, Kamis (4/4/2019).
Untung menjelaskan, saat ini Kota Medan, Sumatra Utara, kemudian Jakarta, Surabaya, Makassar dan terakhir Riau menjadi primadona pasar gelap narkoba. Hal ini karena banyaknya permintaan sehingga diimbangi permintaan.
Namun untuk empat daerah selain Riau, narkoba dari Malaysia masuk secara langsung sangat sulit. Di daerah itu pengawasannya cukup ketat, ditambah lagi terlalu jauh dari bandar narkoba Malaysia untuk memasok barangnya.
"Makanya Riau ini, bekerjasama dengan sejumlah instansi terus diperketat pengawasannya. 24 kilo sabu dan 13 ribu ekstasi yang ditangkap ini sebagai upaya," tegas Untung.
Hingga kini, Untung belum mengetahui berapa sabu dan ekstasi dari Malaysia setiap bulannya. Begitu juga dengan kebutuhan bandar ataupun pengedar yang selalu mencari pengkonsumsi baru.
Dia juga menjelaskan, bandar narkoba penerima pasokan sabu dari Malaysia selalu menggunakan modus baru menyelundupkan barangnya agar sampai ke Pekanbaru. Modus ini bisa juga menggunakan tradisional, misalnya menyamar jadi petani.
"Cara canggih tapi tradisional, membawa hasil bumi di sepeda motor yang ada keranjangnya, seperti pengungkapan 24 kilo sabu dan 13 ribu ekstasi pada 30 Maret 2019," sebut Untung.***/nai