PEKANBARU (KLIKRIAU)- Sebanyak 24 barista mengikuti lomba Manual Brewing Kopi 'Liberika Sawit', Kamis (27/6/2024) di Tekotara Cafe, Pekanbaru. Para barista ini tidak hanya dari Pekanbaru, namun juga dari beberapa kabupaten di Riau.
Pemrakarsa lomba bertajuk 'Awakening the Giant (Liberica Sawit)', Akson Brahmantyo menceritakan bagaimana ide lomba antarbarista ini muncul. Awalnya, ia mendapatkan informasi mengenai adanya kebun kopi Liberika yang tumpang sari dengan sawit. Ia menilai Liberika sebagai kopi yang khas Riau, terutama Liberika Meranti memiliki potensi untuk terus dikembangkan.
"Kebun itu di Desa Sungai Linau, Kabupaten Bengkalis. Kami datang, ngobrol dengan petaninya, ternyata memang ada, bisa tumbuh dan berkembang. Namun selama ini hanya untuk kebutuhan mereka saja," ujar Akson Bramantyo, Kamis pagi di Tekotara.
Menurut Akson, petani setempat pernah mendapat bantuan dari Badan Restorasi Gambut untuk pengembangan perkebunan tersebut. Namun lahan yang ditanami kopi sebelumnya cukup luas, puluhan hektar, terkena terjangan banjir. Yang tersisa setelah hanya sekitar 17 hektar saja, yang terus berumbuha dengan baik.
"Nah, yang jadi tanda tanya adalah, ketika yang tujuh belas hektar ini panen raya tahun depan, siapa yang nampung? Karena liberika sawit ini belum terkenal," ujarnya.
"Akhirnya kami punya inisiatif dengan beberapa kawan terutama Roastery Tiga Kucing, kemudian penggiat kopi liberika Pak Yul Achyar, kita ngobrol dengan petaninya tanggapannya positif," tambahnya.
Akson lalu mengajak membayangkan jika Liberika Sawit ini bisa dikembangkan lebih luas di Riau. Apalagi lahan sawit di Riau termasuk yang terluas di Indonesia.
"Jadi sangat menarik nih. Kebayang nggak Riau menjadi sentra produksi kopi. Riau merupakan provinsi dengan luas perkebunan sawit terbesar di Indonesia, seluas 3.8 juta hektar. Sementara luas total kebun kopi di Indonesia cuma 1.9 juta hektar, dan provinsi dengan luas kebun terbesar adalah Sumatera Selatan dengan luas 250 ribu hektar. Kalau 20 persen saja kebun sawit yg ada di Riau dibuat tumpang sari dengan tanaman kopi maka itu sudah setara dengan 760 ribu hektar. Itu sudah tiga kali luas kebun di Sumatera Selatan. Kebayang, kan, potensinya," ulas owner Tekotara Cafe Pekanbaru ini.
Menurutnya, varietas pohon kopi Liberika cocok dengan pola tanam tumpang sari tersebut. Karena justru pohon yang ditanamkan di antara kerindangan pohon pohon sawit bisa tumbuh subur dan berbuah cukup lebat dibandingkan dengan pohon yang ditanam tanpa pelindung.
Dikatakannya, buah cerry kopi yang dihasilkan juga memiliki kadar gula (brix) yang cukup tinggi yaitu 16. Bahkan ada beberapa yang mencapai 20 ketika diukur oleh team Roastery Tiga Kucing.
"Saya bukanlah ahli menyeduh kopi, saya lebih suka menemani orang-orang untuk menyeduh mimpi. Butuh banyak pihak untuk membangunkan potensi raksasa ini. Tetapi setidaknya Tekotara memulainya dengan langkah kecil, berkolaborasi dengan Roastery Tiga Kucing melakukan edukasi petani kopi dan akan mengadakan lomba manual brewing untuk mengulik potensi kopi Liberika sawit ini," ungkap Akson.
Sementara, master roaster owner Roastery Tiga Kucing. Ferly, menilai potensi Liberoka Sawit cukup menjanjikan. "Tapi perlu riset dan mungkin juga mengubah beberapa pakem penanganan biji kopi, baik dari proses penanganan paskapanen, roasting, maupun brewing," ucapnya di tempat sama.
Sedangkan Wan Afrianda, barista Leton Coffee yang menjadi peserta lomba mengaku senang bisa berpartisipasi. Ia mengaku mengolah Liberika kopi menjadi pengalaman yang baik bagi dirinya. Apalagi ajang ini menjadi pengalaman pertamanya mengolah liberika.
"Susah-susah gampang ya. Tapi ini antusianya bagus. Pesertanya lumayan ramai," ucapnya.
Lomba Manual Brewing Kopi Liberika Sawit ini menghadirkan tiga juri berkompeten. Ketiganya adalah Bramantyo Prakoso, seorang coffee enthusiasts, serta owner Tekotara Cafe dan Duri Cafe di Jakarta. Lalu Yul Achyar, praktisi kopi Liberica dan aktif di komunitas home brewing Indonesia. Juri ketiga adalah Tengku Ferly, owner Roastery Tiga Kucing dan master roaster. (rls)