PEKANBARU, KLIKRIAU.COM - Meski Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis sudah menjatuhkan vonis 2,6 tahun kurungan pejara kepada Rina Winda, namun kasus yang menyeret-nyeret BUMD PT BLJ ini terus bergulir di tingkat banding (Pengadilan Tinggi Pekanbaru). Memori banding yang disampaikan Roland L Pangaribuan dan rekan itu, telah diterima oleh Eriza Susila SH pada tanggal 17 Agustus 2020.
Tak hanya itu, kuasa hukum Rina Winda ini juga telah melaporkan majelis hakim dalam perkara pidana No. 213/Pid.B/2020/PN.BLS itu kepada Komisi Yudisial (KY) Wilayah Riau. Yang mana berkas pengaduan itu diterima Dwi Susanti SH, salah seorang anggota KY Riau pada tanggal 4 November 2020 lalu.
Dalam aduannya, Roland bersama rekannya Robi Mardiko SH dan Ramadhan Syahputra SH melaporkan kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan majelis hakim dalam perkara tersebut.
Pertama, Majelis Hakim dinilai telah berupaya menghilangkan beberapa bukti atas fakta persidangan dan Majelis Hakim mengaburkan fakta-fakta persidangan.
Fakta di persidangan saksi Karyoto jelas mengatakan telah memberikan uang kepada oknum Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polres Bengkalis sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) karena tertangkapnya BBM palsu yang akan dicampur dan akan dijual ke pihak lain. Dimana Endon sebagai supir mobil tangki dibawa ke Polres Bengkalis. Dan ketika ditunjukkan Delivery Order (DO) milik PT. Pertamina yang palsu yang diparaf Karyoto dengan tulisan KW, Karyoto mengiyakan atau membenarkan hal tersebut.
"Saat itu Ketua Majelis Hakim dengan garang dan marah bertanya kepada Karyoto kepada polisi mana uang itu diserahkan. Dan Karyoto mengatakan bahwa uang tersebut diserahkan kepada Polisi Unit Tipiter Polres Bengkalis," kata Roland kepada wartawan, Rabu (16/9/2020).
Dikatakannya, bahwa dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim saksi Karyoto pernah mengambil uang kas yang dipegang Terdakwa (Rina Winda) sebesar Rp100.000.000,- untuk DIberikan kepada pihak lain. Dan yang menyuruh Karyoto menyerahkan uang tersebut adalah Manajer PT. Ambara Nata Indonesia. "Anehnya, uang Rp100.000.000,- tersebut merupakan bagian uang yang harus Terdakwa setorkan ke PT. Ambara Nata Indonesia. Logikanya dimana? Yang nyuruh manajer, sementara karyawan yang dipersalahkan,” ucapnya.
Kemudian, dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim yang menimbang bahwa akibat perbuatan Terdakwa dan saksi Karyoto tersebut PT. Ambara Nata Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp564.743.500.
"Jelas disini Majelis Hakim dengan sengaja mengaburkan fakta di persidangan dengan tidak mencantumkan dalam pertimbangannya hal yang sebenarnya. Tindakan Majelis Hakim tidak menunjukkan atau menjunjung tinggi hukum dan diduga keras melindungi perbuatan-perbuatan ilegal PT. Ambara Nata Indonesia," tukasnya.
Raibnya Keterangan Saksi
Roland dalam pengaduannya ke KY Riau juga menuding Majelis Hakim dengan sengaja tidak memuat keterangan saksi Teddy Koh yang mana keterangan saksi Teddy Koh mengaudit PT. Ambara Nata Indonesia dengan menamakan audit spesialis.
Saksi Teddy Koh melakukan audit terhadap 2 rekening koran, yaitu rekening milik PT. Ambara Nata Indonesia dan rekening koran milik Arif Nugroho yang mana ditemukan kerugian sebesar Rp. 564.743.500. Sementara, saksi Teddy Koh tidak mengaudit rekening koran atas nama PT. Bumi Laksamana Jaya (PT. BLJ) yang mana Rina Winda ada mentransfer uang sebesar +/- Rp1.500.000.000. Dalam penghitungan justru PT. Ambara Nata Indonesia surplus Rp 935.256.500.
"Perbuatan Majelis Hakim yang diketuai oleh Rudi Ananta Wijaya SH, M.H.Li. dan hakim anggota Mohd. Rizky Musmar, S.H., M.H., Wimmi D. Simarmata, S.H., M.H. sangat diragukan integritasnya sebagai hakim yang mulia. Karena secara jelas dan terang menutupi tindak pidana yang dilakukan oleh PT. AMNI dan pihak-pihak lain," uangkap Roland.
Tersebab itu, dirinya sangat berharap kepada Ketua Komisi Yudisial Riau untuk memeriksa dan memberikan sanksi kepada ketiga hakim tersebut. "Saya juga sebagai Penasehat Hukum Terdakwa Rina Winda bersedia dipanggil apabila Komisi Yudisial Riau membutuhkan keterangan lebih lanjut," tegasnya.(sier)