PEKANBARU, KLIKRIAU.COM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau bersama tim Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI menggelar rapat koordinasi membahas percepatan usulan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di wilayah terpencil. Pertemuan yang berlangsung di Ruang Rapat Melati, Kantor Gubernur Riau, Selasa (28/10/2025), menjadi bagian dari upaya mendukung keberlanjutan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di daerah dengan keterbatasan akses.
Asistensi Investor untuk Program Gizi NasionalPPUPD Ahli Utama Inspektorat Jenderal Kemendagri, Azwan, menjelaskan bahwa pihaknya tengah melakukan asistensi terhadap perusahaan dan investor yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan SPPG di seluruh Indonesia.
“Kami dari Kemendagri melakukan asistensi terhadap perusahaan dan investor di seluruh Indonesia. Data dari kabupaten dan kota yang sudah mengusulkan SPPG terpencil sudah kami terima,” ujarnya.
Azwan menyebut, batas akhir pengumpulan data ditetapkan hingga Rabu (29/10/2025). Bila hingga tenggat waktu belum terpenuhi, maka penetapan akan diambil alih oleh Badan Gizi Nasional (BGN) Pusat. “Kita sudah memberikan waktu seminggu, targetnya besok terakhir. Kalau sampai besok masih ada investor yang belum mendaftar, maka penentuannya oleh BGN Pusat,” katanya.
Ia menambahkan, hingga kini sudah ada pembaruan data dari tiga kabupaten di Riau, yaitu Meranti, Siak, dan Kuansing. “Kami mohon dukungan semua pihak agar percepatan pembangunan SPPG di daerah terpencil ini bisa terlaksana dengan baik,” tambahnya.
Pemprov Riau Dukung Percepatan Program MBGAsisten II Setdaprov Riau, Helmi, menyampaikan apresiasi kepada Kemendagri dan seluruh pihak yang berperan aktif mempercepat implementasi program MBG. Menurutnya, kehadiran dapur SPPG menjadi kunci agar penyaluran makanan bergizi kepada penerima manfaat dapat berjalan optimal.
“Alhamdulillah, hari ini kita bersama membahas percepatan MBG di daerah terpencil. Data usulan sudah ada, semoga dapur SPPG bisa segera direalisasikan sehingga program makan bergizi gratis berjalan lancar,” ujar Helmi.
Kepala KPPG Pekanbaru, Syartiwidya, turut menjelaskan definisi wilayah terpencil dalam konteks program ini. “Wilayah terpencil itu mencakup pegunungan, pulau-pulau kecil, pesisir, perbatasan negara, atau daerah pedalaman yang sulit dijangkau,” terangnya.
Ia menambahkan, kriteria lainnya adalah jumlah penerima manfaat yang kurang dari seribu dan waktu tempuh menuju SPPG lebih dari 30 menit. “Kalau jarak tempuh ke SPPG lebih dari 30 menit, wilayah itu bisa dikategorikan sebagai SPPG terpencil,” ujarnya.
Sinergi Pemerintah dan Investor LokalSekretaris Satgas Percepatan MBG Riau, Wiwik Suryani, mengungkapkan bahwa percepatan dilakukan berdasarkan arahan dari BGN dan Kemendagri. “Untuk tahap pertama, sudah ditetapkan usulan dari tiga kabupaten, yakni Meranti, Siak, dan Kuansing,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, Pemprov Riau melalui Satgas MBG memfasilitasi kebutuhan data dari tiga kabupaten tersebut. “Kita memfasilitasi tiga kabupaten itu melalui Satgas MBG kabupaten masing-masing. Arahan Kemendagri dan BGN menegaskan bahwa investor yang terlibat adalah investor lokal,” katanya.
Wiwik menegaskan bahwa Pemprov Riau berperan sebagai fasilitator untuk memastikan koordinasi berjalan efektif. “Kita provinsi sifatnya memfasilitasi. Sudah ada calon investor yang diusulkan oleh masing-masing kabupaten. Semoga program ini bisa bermanfaat bagi anak-anak di daerah terpencil,” ujarnya.
SPPG Terpencil dan Ketahanan Pangan LokalSelain mempercepat pendirian dapur gizi, Wiwik menyoroti pentingnya pengelolaan pangan di SPPG, terutama di wilayah dengan keterbatasan distribusi. “Setiap dapur di wilayah terpencil harus memiliki fasilitas penyimpanan yang memadai agar ketersediaan bahan makanan tidak terhambat,” jelasnya.
Menurutnya, kemampuan penyimpanan pangan menjadi syarat utama keberhasilan program MBG. “SPPG di daerah sulit dijangkau harus mampu menampung stok bahan pangan cukup untuk menghadapi cuaca ekstrem atau hambatan medan,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya pemberdayaan pangan lokal. “Kita berharap SPPG terpencil tidak hanya menjadi tempat penyaluran makanan, tetapi juga penggerak ekonomi masyarakat lokal melalui pemanfaatan hasil bumi setempat,” ujarnya.
Wiwik menjelaskan, bahan pangan seperti sayur-sayuran, ikan, dan hasil pertanian khas daerah bisa menjadi komponen utama menu MBG. “Diharapkan ini nanti bisa menghidupkan kontribusi pangan lokal,” tuturnya.
Dorong Ekonomi dan Gizi Anak di DaerahLebih jauh, Wiwik menegaskan bahwa dapur SPPG diharapkan mampu memberikan dampak ganda: meningkatkan gizi anak-anak sekaligus menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar. “Supaya dapur-dapur itu bisa menggalakkan pangan lokal di daerah masing-masing. Jadi, masyarakat tempatan bisa merasakan manfaatnya,” ujarnya.
Ia menutup dengan menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. “Kita ingin dapur-dapur ini tidak hanya memberi makan gratis kepada anak-anak, tetapi juga menumbuhkan ekonomi serta memperkuat ketahanan pangan masyarakat lokal,” pungkasnya.
Pertemuan antara Pemprov Riau dan Kemendagri tersebut menegaskan komitmen bersama dalam mempercepat kehadiran dapur SPPG di wilayah terpencil. Program ini diharapkan menjadi fondasi kuat bagi terwujudnya Makan Bergizi Gratis yang berkeadilan dan berkelanjutan bagi seluruh anak Indonesia, termasuk di pelosok Riau. (mcriau)